TERLALU BANYAK PR BERDAMPAK BURUK BAGI KESEHATAN ANAK



Sejak sekolah dasar, kita pasti tidak asing dengan tugas yang dibawa pulang ke rumah, atau biasa disebut PR. PR ini identik dengan lembar kerja siswa yang berupa lembar kerja untuk menulis, menghitung, mewarnai, atau apapun itu. PR yang diberikan guru juga bervariatif, mulai dari yang mudah sampai yang susah. Tak jarang, orangtua pun jadi ikut kelimpungan untuk membantu mengerjakan PR sang buah hati. Namun, tauhkah Anda jika ternyata PR buruk untuk kesehatan anak? Simak penjelasannya berikut ini.

Terlalu banyak PR buruk untuk kesehatan anak

Sejak semasa TK sampai SMA, penelitian terbaru menunjukkan kalau beberapa siswa mendapatkan tugas PR dari sekolah dalam jumlah yang terlalu banyak. Hal ini membuat para siswa dipaksa untuk menangani beban kerja yang tidak seimbang dengan tingkat perkembangan mereka, sehingga dapat menyebabkan tekanan yang signifikan, baik untuk anak-anak maupun orang tua.
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti Australia menyelidiki hubungan antara waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah dengan prestasi akademis siswa. Hasilnya, mereka menemukan jika kebanyakan siswa yang mendapatkan terlalu banyak PR justru akan meningkatkan masalah kesehatan karena kurang tidurstres, kurang waktu bermain, dan lain sebagainya. Terlalu banyak PR tidak membantu anak-anak mendapatkan nilai bagus di sekolah, namun pada kenyataannya hal ini justru malah membuat nilai ujian mereka anjlok.
Hal ini diperkuat oleh Richard Walker, seorang psikolog pendidikan di Universitas Sydney yang mengatakan jika data menunjukkan bahwa di negara-negara yang mayoritas anak-anaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan PR, justru mendapatkan nilai lebih rendah pada tes standar yang disebut Program for International Student Assessment, atau PISA.
Lalu ada peneliti lain yang dilakukan oleh Profesor Etta Kralovec dari Universitas Arizona, ia mengatakan PR memang memiliki manfaat signifikan bagi siswa SMA. Tapi manfaatnya menurun pada siswa SMP dan sama sekali tak bermanfaat bagi siswa SD.

Banyak PR tidak selalu meningkatkan prestasi anak

Harris Cooper, seorang profesor pendidikan di Duke University, mengatakan jika cara terbaik untuk menyikapi seberapa banyak PR yang ideal untuk siswa, pada dasarnya sama seperti seseorang meminum obat. Jika Anda mengonsumsi banyak obat maka akan memberikan efek bagi tubuh. Namun jika Anda mengonsumsi obat dalam jumlah yang tepat, maka Anda akan merasa lebih baik.
Jadi menurut Cooper, banyak tidaknya PR yang dibebankan kepada siswa harusnya diukur dari kapasitas dan kemampuan siswa itu sendiri. Karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa “banyaknya PR yang dibebankan kepada siswa mampu meningkatkan prestasi anak” nyatanya tidak selalu benar.
Cooper juga merekomendasikan agar siswa diberi waktu tidak lebih dari 10 sampai 15 menit per malam untuk mengerjakan PR saat duduk di bangku SD. Namun di setiap tahun, baiknya sang anak secara perlahan mengalami peningkatan waktu pengerjaan PR yang tidak lebih dari 10 sampai 15 menit.

Solusi: mengganti PR dengan hal yang menyenangkan

Beragam perdebatan mengenai PR terhadap prestasi akademik siswa sebenarnya menyiratkan jika ada cara yang lebih baik bagi siswa untuk menghabiskan waktu setelah jam pulang sekolah daripada harus menyelesaikan setumpuk PR.
Jadi, apa yang harus mereka lakukan? Menurut Gerald LeTendre profesor pendidikan dari Universitas Pennsylvania, belajar memainkan alat musik, mengembangkan bakat, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti klub atau olahraga lebih baik ketimbang mengerjakan setumpuk PR yang sifatnya akademis.
Selain jauh lebih bermanfaat, kegiatan tersebut juga juga memiliki tujuan jangka panjang yang lebih banyak. Pasalnya banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka menjadi individu yang berpengetahuan luas, kreatif, dan bahagia – bukan hanya anak-anak yang pintar secara akademis semata.


Penghapusan PR untuk siswa di Indonesia

Di Indonesia, penghapusan PR untuk siswa sebenarnya sudah mulai diterapan. Dilansir dari laman Kompas, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi membuat gebrakan baru dengan memberikan aturan melarang guru memberikan PR untuk siswa-siswa sekolah yang tertuang dalam Surat Edaran Bupati Purwakarta No 421.7/2014/Disdikpora. Surat yang ditandatangani pada tanggal 1 September 2016 lalu ini pun disosialisasikan ke pelaksana pendidikan seperti guru dan kepala sekolah di wilayah Purwakarta.
Pak Dedi memberlakukan kebijakan ini lantaran selama ini ia menganggap jika PR yang diberikan kepada siswa lebih banyak berupa materi akademis yang tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah diajarkan di sekolah. Oleh sebab itu, diharapkan natinya tugas PR peserta didik bisa lebih aplikatif dengan cara mengganti PR dalam bentuk kerja kreatif produktif agar merangsang dan menumbuhkan potensi, minat peserta didik, bukan justru menjadikan beban pada siswanya.
Kebijakan yang dibuat Bupati Purwakarta ini pun diapresiasi oleh Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bahkan Pak Muhadjir memiliki wacana ingin meneruskan langkah tersebut menjadi aturan nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

TIPS MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERHADAP GADGET

BAHAYA MIE INSTAN, DAN TIPS AMAN MAKAN MIE INSTAN